Hitam Putih
Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani
“Felly!,”
panggil Riska saat melihat Felly tengah meladeni orang yang tengah memarahinya.
“Riska?!,”
panggil Felly tidak menyangka saat ia melihat Riska sahabatnya muncul di pagi
hari yang buta.
Dengan
cepat, Felly angkat bicara dan berusaha mengakhiri perselisihannya dengan
tetangga kosnya yang tengah berkicau karena Felly tengah menggoreng terasi
udang.
“Tuh
orang aneh banget sih! Orang hanya goreng terasi malah diocehin!,” gumam Felly
dengen menggiring Riska untuk memasuki kos-kosannya.
“Hahahaha.
German nggak sama, Fel dengan Indonesia. Di sini, mereka lebih mementingkan
kepentingan mereka sendiri.”
“Yeeee!
Lu kan, emang udah lama di sini! Beda sama gue yang maasih ba seger di sini.”
“Hahahaha.
Iya juga, sih. Oh ya, gimana? Lu semalem udah sahur kan?”
“Udah
lah!,” kata Felly dengan memakai sepatunya.
“Di
sini, kita bakalan buka jam delapan malam.”
“Haaaaaa??!!
Delapan malam???!!,” kejut Felly.
“Nanti,
menunya kita masak sendiri aja, ya? Daripada beli, jarang yang jualan makanan
halal di sini.”
“Hhhhh!!!
Tahu lah! Udah ayo berangkat! Kita ntar telat! Bisa-bisa berkicau juga tuh
dosen!,” kata Felly dengan meninggalkan kosnya setelah ia menguncinya.
Mereka
menempuh perjalanan untuk sampai ke kampus dengan menaiki kereta. Sesampainya
di sana, mereka berpisah. Mengingat, mereka adalah mahasiswa yang berbeda
departement. Oleh karena itu, mereka berpisah dan kembali bertemu di taman
kampus setelah mereka usai mata pelajaran.
“Kita
mau masak apa hari ini?,” tanya Riska.
“Gue
pengen banget makan lalapan.”
“Boleh
juga.”
Mereka
pun memasak makanan yang sesuai dengan keinginan. Hingga akhirnya, Felly
memasak dengan tangannya sendiri soto ayam yang Riska tidak tahu untuk siapa.
Riska berpikir, soto ayam yang di buat oleh Felly adalah makanan tambahan untuk
Felly sendiri saat ia kembali ke kosnya.
“Ris,
gue keluar bentar, ya?,” tanya Felly dengan menyiapkan tudung saji untuk soto
ayamnya yang sudah ada di atas nampan.
“Ok!,”
seru Riska yang masih asik dengan bakaran ayamnya.
Berulangkali
Felly mengetuk pintu depan kosnya. Hingga akhirnya pemiliknya ke luar dengan
wajah yang setengah marah.
“Ricard,
my friend coming in my house. I think we are be able cooking for you eating.
This is name soto chicken. And this is, sambal trasi. So, it is Indonesian
food.”
“Oh..
yeah! Thank you.”
“You
are welcome. Bye!,” kata Felly dengan meninggalkan rumah Ricard dan kembali ke
kosnya.
Saat
Felly ada di rumahnya, Ia hendak pergi ke dapur. Namun, Riska sudah ada di meja
makan dengan makanan hidangan yang diinginkan oleh Felly. Yah.. seperti itulah
hubungan mereka berdua. Seperti, kakak adik.
“Lo
darimana, Fel?,” tanya Riska dengan menyendok sambal terasi di aatas cobek
menggunakan mentimun.
“Dari
rumah Ricard.”
“Ricard?
Pacar baru lo?,” tanya Riska.
“Hush!
Ngawur lu! Itu tuh! Tetangga depan rumah.”
“Yang
tadi pagi marah-marah ke lo?,” tanya Riska meyakinkan.
“Iya.
Siapa lagi?”
“Lu
ngapain ke sana?”
“Nganterin
soto.”
“Jadi,
lo buat soto buat itu orang?”
“Iya.
Emang kenapa?”
“Lu
naksir sama dia?,” tanya Riska.
“Nih
orang, jawabannya aneh-aneh melulu, ya?”
“Abis,
lu aneh banget sih!”
“Ris,
kalau dia kasih kita sesuatu yang pahit, kita harus balas dengan yang manis. Lu
tahu, kenapa gue masuk islam? Itu semua karena islam penuh dengan perdamaian.
Gue emang seorang musafir. Nggak semua tentang islam gue tahu. Tapi, apa salah
gue menerapkan salah satu hal yang ada di dalam islam? Nggak kan? Jadi, do what
men?”
“Yah..
ok-ok. Bener juga kata lo.”
“Udah
yuk, makan! Gue laper sekarang. Lu nggak laper apa? Nggak makan seharian?”
“Hehehe,
laper sih, Fel.”
“Ya
udah, makan!”
Mereka
pun makan bersama menikmati buka pasa pertama di German. Yah.. kewajiban
seorang muslim yang harus ditaati oleh seorang muslim. Islam. Agama yang penuh
dengan perdamaian. Perdamaian di mata islam, bukanlah sesuatu yang harus
ditempuh dengan pedang. Malainkan, manisnya pembalasan saat pahit menyapa.
Cerpen
Karangan: Pratiwi Nur Zamzani